Beranda | Artikel
Guru Itu Bernama Ramadhan
Sabtu, 16 Juni 2018

(Khutbah ‘Iedul Fithri)

Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar walillahil hamd…

Berbahagialah wahai para jamaah sekalian yang telah berpuasa…

Yang telah menahan lapar dan dahaga karena Allah…

Yang berletih-letih berdiri dalam shalat tarawih karena Allah…

Yang membasahi lisan dan mengeringkan tenggorokan membaca ayat-ayat al-Qur’an karena Allah…

Yang meneteskan air mata taubat karena takut dengan siksaNya dan berharap surgaNya…

Semoga setetes air mata yang tulus menjadi sebab diampuni segala dosa….menjadikan lembaran catatan menjadi putih bersih kembali….

Bergembiralah dengan ampunan Allah…

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.

Wahai Kaum Muslim rahimakumullah (semoga Allah merahmati kita seluruhnya)…

Ramadhan Bulan penuh berkah itu sudah berlalu…

Ramadhan Bulan yang setiap malamnya merupakan malam pembebebasan dari  api neraka ternyata telah berlalu…

Ramadhan Bulan yang di dalamnya dosa-dosa diampuni sudah berakhir….

Ramadhan bulan yang di dalamnya doa-doa dikabulkan sudah lewat…

Bulan Al Quran itu telah lewat…..

Bulan berlomba dalam bersedekah itu telah habis…

Bulan penuh perjuangan itu telah berakhir….

Bulan Lailatul Qadar Malam yang lebih baik dari seribu bulan telah berlalu….

Sungguh begitu cepat…. أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ “Hari-hari yang berbilang” (QS Al-Baqoroh : 184)

Benar-benar Ramadhan tamu yang mulia itu telah pergi….

Berbahagialah mereka, hamba-hamba Allah yang telah menahan lapar karena Allah…, menahan dahaga di tengah terik panasnya matahari…karena Allah…, menahan syahwatnya karena Allah….

Berbahagialah mereka yang melawan kantuknya untuk melantunkan firman-firmanNya…., menahan kantuknya… menahan letihnya kaki dalam sholat malamnya karena mengharapkan keridhoan Allah….

Berbahagialah mereka yang menyisihkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada para faqir miskin, mengurangi beban mereka, memberikan secercah kebahagiaan kepada…semuanya karena Allah…

Berbahagialah mereka yang telah meneteskan air matanya karena mengharapkan ampunanNya…di tengah malam tatkala mata-mata manusia pulas terlelap…

Semoga setetes air mata yang mereka alirkan karena takut kepada Yang Maha Esa, karena berharap kepada Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, merupakan sebab diampuni seluruh dosa mereka…sebab masuknya mereka ke dalam surga Allah…
Merekalah yang telah meraih janji Rasul yang paling Mulia Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang telah bersada :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barang siapa yang berpuasa bulan Ramadhan dengan keimanan dan penuh pengharapan maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd…

Wahai Kaum Muslim rahimakumullah (semoga kita selalu dirahmati Allah)…

Ramadhan….tamu yang agung tersebut meninggalkan banyak pelajaran bagi kita semua…

Pelajaran-pelajaran berharga agar kita bisa lebih baik menyambutnya dan menjamunya di kesempatan yang lain…di tahun-tahun berikutnya…

Diantara pelajaran-pelajaran yang berharga tersebut…

Pertama: Bertakwa

Tujuan semuanya adalah meraih ketakwaan لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ “semoga kalian bertakwa”(QS Al-Baqoroh : 183)

Ketakwaan adalah barometer penilaian Allah إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ “Sesungguhnya yang termulia diantara kalian adalah yang paling bertakwa”(QS Al-Hujuroot : 13)

Sementara kebanyakan orang menjadikan barometer untuk mengukur nilai seseorang adalah dengan harta dan kedudukan, pangkat dan jabatan. Maka Ramadhan mengajarkan kepada kita agar tidak terpedaya dengan sanjugan dan penghormatan manusia terhadap kita. Percuma kita menjadi seseorang yang terpandang di mata masyarakat -karena harta dan jabatan kita- namun ternyata kita hina di hadapan Allah karena ketakwaan kita yang rendah. Bisa jadi orang yang kita rendahkan -karena merupakan pegawai dan pekerja kita- namun dia sangat mulia dan tinggi di sisi Allah, karena ketakwaan dan ketaatannya.

Di dalam bulan Ramadhan kita lebih taat kepada Allah dalam melaksanakan kewajiban…. lebih takut kepada Allah sehingga lebih mudah menjauhi maksiat…. lebih semangat untuk banyak berdzikir dan membaca Al Quran…kita bisa lebih bertakwa kepada Allah….

Apakah setelah Ramadhan berlalu kita masih bisa bertakwa kepada Allah…? Sesungguhnya Tuhan yang kita sembah di bulan Ramadhan Dialah pula Tuhan yang kita sembah di bulan-bulan yang lain. Sungguh celaka hamba yang hanya bertakwa, hanya mengenal Rabbnya tatkala di bulan Ramadhan saja.

Kedua: Ikhlash

Wahai kaum muslimin rahimakumullah (semoga Allah merahmati kita seluruhnya)…Ramadhan menggembleng kita untuk ikhlash kepada Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang keistimewaan:

كُلُّ عمل بن آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Seluruh amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa adalah untuk-Ku, dan Aku yang akan mengganjarnya”(HR Ibnu Hibban no 3422)

Allah menyatakan bahwa khusus puasa adalah untuk Allah, karena seluruh amalan bisa dilihat oleh orang lain melaui gerakannya, seperti sholat, sedekah, wudhu, haji, umroh, menyembelih kurban, dll, kecuali puasa. Orang lain tidak mengetahui bahwa kita sedang puasa kecuali jika kita kabarkan dengan lisan, adapun secara gerakan maka tidak bisa diketahui. Dari sini dikatakan bahwa puasa tidak bisa kemasukan riyaa’ (lihat Fathul Baari 4/107)

Ternyata inilah yang menjadikan puasa spesial dan sangat dicintai Allah serta diberi ganjaran yang sangat besar, karena tingginya nilai keikhlasan dalam puasa.

Berkata Syeikh Ibnu Ustaimin rahimahullah:

“وَهَذَا الحديثُ الجليلُ يدُلُّ على فضيلةِ الصومِ من وجوهٍ عديدةٍ :

الوجه الأول : أن الله اختصَّ لنفسه الصوم من بين سائرِ الأعمال ، وذلك لِشرفِهِ عنده ، ومحبَّتهِ له ، وظهور الإِخلاصِ له سبحانه فيه ، لأنه سِرُّ بَيْن العبدِ وربِّه لا يطَّلعُ عليه إلاّ الله . فإِن الصائمَ يكون في الموضِعِ الخالي من الناس مُتمكِّناً منْ تناوُلِ ما حرَّم الله عليه بالصيام ، فلا يتناولُهُ ؛ لأنه يعلم أن له ربّاً يطَّلع عليه في خلوتِه ، وقد حرَّم عَلَيْه ذلك ، فيترُكُه لله خوفاً من عقابه ، ورغبةً في ثوابه ، فمن أجل ذلك شكر اللهُ له هذا الإِخلاصَ ، واختصَّ صيامَه لنفْسِه من بين سَائِرِ أعمالِهِ ولهذا قال : ( يَدعُ شهوتَه وطعامَه من أجْلي ) .

“Dan hadits yang agung ini menuinjukkan keutamaan puasa dari beberapa sisi;

Yang pertama: Bahwa Allah mengkhususkan untuk diri-Nya puasa dari antara seluruh amalan, dan demikian itu karena kemuliaannya disisi-Nya dan kecintaan-Nya kepada puasa, dan terlihat ikhlas kepada-Nya Maha Suci Allah di dalamnya, karena ia adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabb-Nya, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, karena seorang yang berpuasa ia berada disebuah temapt yang kosong dari orang-orang, memungkin baginya untuk mengkonsumsi apa yang diharamkan Allah atasnya dengan puasa, lalu ia tidak menkonsumsinya, karena ia mengetahui bahwa ia memiliki seorang Rabb yang mengetahui dalam kesendiriannya, dan Allah telah mengharamkan hal itu atasnya, maka ia meninggalkannya karena Allah karena takut akan siksa-Nya, berharap pahala-Nya, oleh sebab inilah Allah mensyukurinya keikhlasan ini  dan mengkhususkan puasanya untuk diri-Nya dibandingkan seluruh amalannya, oleh sebab inilah Allah berfirman: “Ia meninggakan syahwat dan makanannya karena Aku.” (Lihat kitab Majalis Syahri Ramadhan, hal. 13).

Sebagaimana perkataan Ibnul Mubaarok :

رُبَّ عَمَلٍ صَغِيرٍ تُعَظِّمُهُ النِّيَّةُ، وَرُبَّ عَمَلٍ كَبِيرٍ تُصَغِّرُهُ النِّيَّةُ

“Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar karena niat yang ikhlash, dan sebaliknya betapa banyak amal yang besar menjadi kecil karena niat yang kurang ikhlash” (Jaamiúl Úluum wal Hikam 1/71)

Orang yang semakin ikhlash maka semakin meraih syafaat Nabi shallallahu álaihi wasallam. Abu Hurairah pernah bertanya kepada Nabi shallallahu álaihi wasallam :

يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ القِيَامَةِ؟

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia (yaitu yang paling mendapatkan bagian besar) dari syafaatmu pada hari kiamat?”.

Nabi menjawab :

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ

”Orang yang paling bahagia mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallahu dengan ikhlash dari hatinya”(HR Al-Bukhari no 99)

Ibnu Hajar menjelaskan bahwa ini menunjukan bahwa keikhlasan bertingkat-tingkat yang menyebabkan meraih syafaat Nabi juga bertingkat-tingkat (lihat Fathul Baari 11/443).

Maka semakin anda tidak mengharapkan sanjungan, pujian, dan pengakuan manusia, maka bergembiralah berarti anda semakin ikhlash, berarti anda semakin meraih syafaat Nabi shallallahu álaihi wasallam pada hari kiamat kelak. Adapun jika sebaliknya anda semakin terpedaya dengan sanjungan dan pujian manusia maka anda semakin terjauhkan dari syafaat Nabi shallallahu álahi wasallam.

Ketiga: Murooqobah, Selalu Merasa Diawasi Allah Taala

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.

Ma’aasyirol Muslimin, Wahai kaum muslimin rahimahkumullah…

Di dalam bulan Ramadhan, karena kita berpuasa, maka kita tahan makan dan minum serta seluruh hal yang membatalkan puasa dari mulai terbit fajar kedua sampai terbenam matahari. Meskipun tatkala kita sedang bersendirian, dan dalam kondisi kita yakin bahwa tak seorangpun melihat kita, tidak ada cctv yang merekam kita. Ini semua mampu kita lakukan karena kita tahu dan sadar bahwa Allah melihat apa yang kita kerjakan. Inilah yang disebut dengan murooqobah “merasa diawasi dan dilihat oleh Allah”

Maka hendaknya -tatkala sedang bersendirian- kita merasa selalu di awasi oleh Allah baik di dalam rumah, di kantor, di pasar, di masjid, dan dimanapun kita berada

Allah Taala berfirman:

{يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ}

Artinya: “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” QS. GHafir: 16.

Jangankan gerakan tangan, kaki, dan anggota tubuh yang lainnya, bahkan gerakan mata, lirikan mata yang digunakan untuk melihat perkara yang haram-pun Allah mencatatnya. Jangankan gerakan mata, bahkan gerakan hati pun Allah mengetahuinya.

{إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا}

Artinya: “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” QS. An Nisa: 1.

{أَوَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ}

Artinya: “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?.” (QS. AL Baqarah: 77).

Bahkan seseorang bukan hanya merasa diawasi oleh Allah dalam gerak-geriknya, bahkan hendaknya ia juga merasa diawasi oleh Allah akan gerak-gerik hatinya, apa yang terbetik dalam hatinya. Hendaknya dia berhati-hati, jika dia riya’(ingin dipuji), jika dia dengki dan hasad, jika dia berburuk sangka, ketahuilah bahwasanya Allah mengetahuinya meski tidak seorangpun yang mengetahuinya.

Sesungguhnya orang yang merasa diawasi oleh Allah tatkala bersendirian akan diampuni dosa-dosanya.

إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya tatkala mereka bersendirian, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar (QS Al-Mulk : 12)

Bahkan dimasukan ke dalam surga

{وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (31) هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (32) مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (33) ادْخُلُوهَا بِسَلَامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ (34) لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (35)}

Artinya: “Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka).” “Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).” “(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah tatkala dia bersendirian dan dia datang dengan hati yang bertobat.” “Masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan.” “Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (QS. Qaaf: 31-35).

Betapa sering sebagian kita tatkala di hadapan banyak orang ia menjadi benar-benar sholih memusuhi Iblis, akan tetapi tatkala besendirian ia menjadi kawan iblis.

Keempat: Sabar dari puasa

Ramadhan melalui puasanya mengajari kita untuk bersabar dengan tiga jenis kesabaran, yaitu (1) sabar dalam mengerjakan ketaatan, (2) sabar dalam menjauhi maksiat dan (3) sabar dalam menghadapi ujian.

Tatkala berpuasa Ramadhan seseorang diajari sabar dalam mengerjakan ketaatan dan menjauhi maksiat, karena seseorang menahan makan, minum serta syahwat tatkala puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى

Artinya: “Setiap amalan anak Adam akan dilipatkan pahalanya, satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh kali lipat sampai kepada tujuh ratus lipat, Allah Azza wa Jalla berfirman: “Kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan mengganjar pahalanya, ia meninggalkan syahwat dan makannya karena-Ku.” (HR. Muslim).

Dengan Puasa Ramadhan seseorang bersabar dalam mengerjakan ketaatan, karena tatkala berpuasa wajib menahan makan dan minum serta seluruh yang membatalkan puasa, disinilah letak pembelajarannya tentang sabar dalam menjalankan ketaatan.

Dengan puasa Ramadhan seseorang bersabar dalam menjauhi maksiat, karena tatkala berpuasa wajib menjauhi hal-hal yang membatalkan puasa bahkan wajib menjauhi hal-hal yang mengurangi pahala puasa, disinilah letak pembelajarannya tentang sabar dalam menjauhi dan meninggalkan kemaksiatan.

Dengan puasa Ramadhan seseorang belajar bersabar dalam menghadapi ujian dari Allah Ta’ala, karena tatkala puasa ia menahan lapar dan haus, dan itu adalah ujian yang Allah berikan, disinilah letak pembelajarannya tentang sabar dalam menghadapi ujian.

Ketiga bentuk kesabaran ini bukanlah perkara yang mudah, butuh perjuangan untuk melaksanakannya. Terlebih di zaman sekarang ini, yang godaan begitu luar biasa, syahwat tersebar di mana-mana, terlebih lagi di media-media sosial.

Kelima: Bersyukur

Wahai kaum muslimin rahimahukumullah (semoga Allah Ta’ala selalu merahmati kita seluruhnya)

Puasa Ramadhan memberikan pelajaran kepada dan menjadi sarana untuk kita agar menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur sebagaiamana yang diinginkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah berfirman:

أَنِ اشْكُرْ لِي

Bersyukurlah kepada-Ku (QS. Luqman:14).

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS Al-Baqoroh : 152)

Tatkala seorang berpuasa Ramadhan maka ia merasakan lapar dan haus, yang mana tatkala seseorang dala hari-hari biasa ia tidak merasakan hal tersebut, dan tatkala nikmat hilang dari diri seseorang maka akirnya ia tahu berapa besar kadar nikmat tersebut.

Puasa mengajarkan kepada kita untuk mensyukuri nikmat, karena betapa sering seseorang tidak bisa benar-benar merasakan agungnya suatu kenikmatan kecuali tatkala kenikmatan itu dicabut dan hilang.

Kita baru merasakan betapa besar nikmat makan dan minum tatkala kita kelaparan dan kehausan. Betapa sering kita tidak merasakan nikmat memandang, nikmat mendengar, nikmat kesehatan….nikmat berkeluarga…, nikmat memiliki istri dan anak…, nikmat hidup di negeri yang aman dan tentram…

Coba kita lihat bagaimana orang yang buta, orang yang tuli…bagaimana dengan saudara-saudara kita yang hidup di negara konflik, negara perang, yang mereka bisa jadi merayakan lebaran dengan lapar dan dahaga, dengan suara bom dan tembakan…

Dengan berpuasa kita bisa menjadi lebih peka terhadap orang-orang miskin. Bahkan kita merasakan bagaimana susahnya menahan syahwat padahal hanya dari subuh hingga magrib, lantas bagaimana kah dengan seorang janda atau duda atau jomblo yang tidak bisa menyalurkan syahwat mereka bertahun-tahun?, bahkan ada yang hingga meninggal dunia tidak bisa menyalurkan syahwatnya?

Sungguh betapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, bahkan kenikmatan-kenikmatan yang tidak pernah kita minta, Allah memberikannya kepada kita karena Dialah yang lebih tahu tentang apa yang lebih maslahat bagi kita.

Demikian juga betapa banyak doa kita yang telah dikabulkan oleh Allah.

{وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ}

Artinya: “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat lalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).

Janganlah menjadi seorang yang kanuud (sangat ingkar), sebagaimana yang disebutkan oleh Allah إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ “Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar (tidak bersyukur) kepada Tuhannya” (QS Al-Áadiyaat : 6)

Al-Hasan al-Bashri berkata tentang ayat ini :

هُوَ الْكُفُورُ الَّذِي يَعُدُّ الْمَصَائِبَ، وَيَنْسَى نِعَمَ رَبِّهِ

“الكَنُوْدُ adalah orang yang menghitung-hitung (mengingat-ingat) musibah dan melupakan kenikmatan dan anugrah dari Rabbnya” (Tafsir At-Thobari 24/585)

Al-Fudhoil bin ‘Iyaad berkata :

الْكَنُودُ” الَّذِي أَنْسَتْهُ الْخَصْلَةُ، الْوَاحِدَةُ مِنَ الْإِسَاءَةِ الْخِصَالَ الْكَثِيرَةَ مِنَ الْإِحْسَانِ، وَ”الشَّكُورُ”: الَّذِي أَنْسَتْهُ الْخَصْلَةُ الْوَاحِدَةُ مِنَ الْإِحْسَانِ الْخِصَالَ الْكَثِيرَةَ مِنَ الْإِسَاءَةِ

“الكَنُوْدُ adalah orang satu sikap buruh saja maka telah menjadikannya melupakan kebaikan yang banyak. Dan الشَّكُورُ “yang pandai bersyukur/berterima kasih” adalah yang satu kebaikan membuatnya lupa dengan banyaknya keburukan” (Tafsir al-Baghowi 8/509)

Orang yang seperti ini kerjaannya selalu mengeluh. Ketika ia sakit seminggu saja maka iapun selalu mengeluh, ia lupa bahwa selama ini berbulan-bulan bahkan mungkin setahun ia telah diberi kenikmatan sehat oleh Allah. Sebagaimana juga seeorang yang diberi kesulitan ekonomi setahun lantas ia selalu mengeluh, dia lupa padahal selama ini bertahun-tahun lamanya Allah selalu memberikan kepadanya kelapangan ekonomi.

Keenam : Latihan bersendirian dengan Allah

Diantara ibadah yang agung di bulan Ramadhan adalah i’tikaf di 10 hari yang terakhir. Dan hakikat i’tikaf adalah :

قَطْعُ الْعَلاَئِقِ عَنِ الْخَلاَئِقِ لِلإِتِّصَالِ بِخِدْمَةِ الْخَالِقِ

“Memutuskan relasi dengan makhluk untuk bisa menyambung koneksi untuk beribadah kepada al-Kholiq/sang pencipta”(Lathooiful Maáarif hal 191)

Kita sering merasa tentram dan bahagia tatkala kita berinteraksi dan berkomunikasi dengan yang lain. Dan ini adalah hal yang sangat wajar karena asalnya kita adalah makhluk social. Akan tetapi seseorang hendaknya melatih diri untuk terkadang bisa terbiasa merasa tentram dan tenang tatkala berkholwat (bersendirian) dengan Allah.

Hal ini karena jika kita telah masuk liang lahad maka tidak ada seorang manusiapun yang akan menemani kita, istri dan anak semuanya tidak akan ikut kita di dalam kuburan.

Padahal waktu kita dikuburan lebih lama dari waktu kita hidup di dunia. Yang menemani kita adalah amal sholihnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

يَتْبَعُ المَيِّتَ ثَلاَثَةٌ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى مَعَهُ وَاحِدٌ: يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ

“Mayat diikuti oleh 3 perkara, yang dua kembali dan yang tetap bersamanya hanya satu. Mayat akan diikuti oleh keluarganya, hartanya, dan amalnya. Maka keluarga dan hartanya akan kembali (tidak menyertainya di kuburan) dan tetap tinggal amalnya (menyertainya di kuburan)”(HR Al-Bukhari no 6514 dan Muslim no 2960)

Anak dan istrinya yang sangat mencintainya dan yang sangat ia cintai, yang ketiga hidup pernah bertekad untuk sehidup semati tidak akan setia menemaninya di kuburan. Harta yang ia kumpulkan selama ini tidak akan ia bawa, ia hanya membawa secarik kafan yang dililitkan di tubuhnya. Maka hendaknya seseorang sering melatih diri untuk bisa tentram dengan berkholwat (bersendirian) bersama Allah dengan i’tikaf dan amal yang lainnya seperti sholat malam, sebagaimana sabda Nabi :

وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلام»

 “Dan sholat malamlah tatkala orang-orang sedang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan penuh keselamatan.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Al-Hakim, dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 569)

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd.

Para ibu-ibu sekalian, sungguh tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah ‘ied maka beliau mengkhususkan sebuah nasehat untuk kalian wahai kaum Hawa.

Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu beliau berkata :

شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيْدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلاَلٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثَمَ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ : تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ. فَقَامَتْ امْرَأَةٌ مِنْ وَسَطِ النِّسَاءِ سَفْعَاءَ الْخَدَّيْنِ فَقَالَتْ : لِمَ يَارَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ قَالَ : فَجَعَلْنَ يَتَصَدَّقْنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ يُلْقِيْنَ فِي ثَوْبِ بِلاَلٍ مِنْ أَقْرَاطِهِنَّ وَخَوَاتِمِهِنَّ

“Aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadiri sholat pada hari raya, maka beliau memulai dengan sholat sebelu khutbah tanpa adzan dan iqomah, lalu beliau bertelekan kepada Bilal dan beliau memerintahkan untuk bertakwa dan mendorong untuk ta’at kepada Allah dan beliau menasehati orang-orang dan mengingatkan mereka. Setelah itu beliau berjalan menuju para wanita lalu beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka, beliau berkata : “Hendaknya kalian bersedekah, sesungguhnya kalian adalah mayoritas pembakar neraka Jahannam”. Maka diantara para wanita berdirilah seorang wanita yang kedua pipinya ada perubahan dan ada kehitaman dan ia berkata : “Kenapa wahai Rasulullah?”. Maka Nabi berkata :

“Karena kalian sering mengeluh dan banyak mengingkari kebaikan suami”. Maka para wanitapun bersedekah dari perhiasan mereka, mereka melemparkan perhiasan mereka ke baju Bilal, berupa anting-anting dan cincin-cincin mereka”

Dalam riwayat Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu Rasulullah berkata : تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ “Karena kalian banyak melaknat dan kalian banyak mengingkari kebaikan suami”
Dalam riwayat Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu Nabi berkata kepada mereka : يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الإِسْتِغْفَارَ ” “Wahai para wanita bersedekahlah kalian, dan perbanyaklah beristighfar kepada Allah”

Karenanya para wanita, janganlah kalian melupakan kebaikan suami kalian, janganlah kalian suka mengeluh kepada suami kalian atau mengeluhkan tentang suami kalian, sesungguhnya kehidupan dunia penuh dengan kepayahan dan kesulitan dan tidak akan pernah ada kesempurnaan. Ingatlah suami kalian adalah surga atau neraka kalian sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ أَوْ نَارُكِ

“Sesungguhnya suamimu adalah surgamu atau nerakamu”.

Jika suamimu ridho dan suka dengan sikapmu, bahagia tatkala  memandangmu, mendapatimu adalah seorang wanita yang sabar yang tidak suka mengeluh maka sungguh engkau telah membuka selebar-lebarnya pintu surga bagi dirimu. Akan tetapi jika perkaranya adalah sebaliknya, engkau adalah seorang istri yang suka mengeluh, lupa dengan kebaikan suamimu, maka sungguh engkau telah membuka selebar-lebarnya pintu neraka Jahannam bagi dirimu…!!

Ingatlah jika engkau telah menikah maka engkau wajib berbakti kepada suamimu sebagaimana engkau wajib berbakti kepada kedua orang tuamu. Jika engkau -wahai wanita sholehah- merasa mendapatkan pahala yang besar tatkala menyenangkan hati ayah dan ibumu, maka demikian pula hendaknya engkau merasa mendapatkan pahala yang besar tatkala menyenangkan dan membahagiakan suamimu. Sebaliknya, jika engkau merasa berdosa besar tatkala membentak dan mengangkat suara di hadapan ayah dan ibumu, maka hendaknya engkau juga merasa berdosa tatkala mengangkat suara dan membentak suami.

Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar, walillahi al-hamdu. Ma’syaro Muslimin….Ramadhan telah berlalu, lembaran baru kehidupan telah kita buka kembali…., catatan dan coretan hitam telah bersih….tantangan baru kembali hadir….

Belenggu-belenggu syaitan telah terlepas…. Sebagaimana orang-orang yang berpuasa pada hari ini bergembira -karena meraih ampunan Allah-, maka demikian juga para pelaku maksiat juga ikut bergembira dengan berlalunya bulan Ramadhan. Para sahabat mereka dari kalangan syaitan telah terlepas belenggunya dan siap bekerjasama lagi dengan mereka. Para pelaku kemaksiatan kembali leluasa melancarkan godaan mereka.

Sesungguhnya bulan Ramadhan ibarat pesantren kilat yang telah memperbaiki akhlak kita sebulan penuh, telah menggembleng kita untuk kuat sholat malam, mengajari kita untuk meninggalkan syahwat dan hawa nafsu karena Allah, maka sekarang tiba saatnya kita berhadapan dengan ujian…

Apakah di sebelas bulan ke depan kita masih bisa menunjukan pelajaran-pelajaran dari Ramadhan sang guru mulia?, ataukah hilang dan lenyaplah nilai-nilai Ramadhan tersebut?

Apakah sholat lima waktu secara berjama’ah di masjid masih bisa kita jaga?

Apakah sholat malam -meskipun hanya sholat witir tiga raka’at atau bahkan hanya satu raka’at- masih bisa kita jaga?

Lembaran-lembaran Al-Qur’an yang selama ini menemani kita di bulan Ramadhan apakah masih bisa tetap menemani kita di sebelas bulan ke depan?

Ataukah semuanya telah berubah?, sholat kita mulai bolong-bolong dan mesjid-mesjid mulai kita tinggalkan?, sholat malam kita berganti mimpi-mimpi dalam tidur yang lelap?, Al-Qur’an tidak lagi menemani kita akan tetapi selalu menjadi hiasan indah di rak-rak kita?. Jika perkaranya demikian maka percayalah bahwa sesungguhnya pesantren Ramadhan yang kita jalani selama sebulan adalah pesantren yang gagal, ternyata petuah-petuah Ramadhan sang guru tidak kita indahkan lagi.

========== doa ===========

Ditulis oleh Ahmad Zainuddin Al Banjary dan Firanda Andirja

Jumat, 26 Ramadhan 1437H, Banjarmasin KalSel.

Logo

Artikel asli: https://firanda.com/1834-guru-itu-bernama-ramadhan.html